Jakarta—Semakin banyak negara berinvestasi besar untuk menjadi pemimpin di bidang kecerdasan buatan (AI) dalam beberapa tahun terakhir, mengakibatkan persaingan global yang semakin ketat. Perusahaan AI seperti OpenAI, Google DeepMind, dan Meta sebelumnya mendominasi AS, tetapi kini perusahaan seperti DeepSeek, Huawei, dan Baidu Ernie menunjukkan bahwa China mampu mengejar ketertinggalan dengan mengembangkan model AI berkualitas tinggi yang dapat bersaing dengan produk AS.
Bahkan, DeepSeek dapat membuat model AI dengan biaya yang jauh lebih rendah, menunjukkan bahwa persaingan AI sekarang bergantung pada teknologi tetapi juga strategi bisnis dan efisiensi produksi. Terakhir, ketegangan politik antara negara disebabkan oleh persaingan untuk membuat chip canggih. Bahkan perselisihan tersebut membawa FBI untuk menyelidiki apakah DeepSeek mendapatkan chip canggih buatan Nvidia secara ilegal melalui pihak ketiga, seperti Taiwan atau Singapura. Anggota parlemen mengkhawatirkan kemungkinan celah undang-undang yang dapat digunakan. Akibatnya, penyelidikan ini, yang melibatkan Gedung Putih dan FBI, dimulai.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menunjukkan betapa pentingnya chip sebagai dasar teknologi masa depan. Tulisan ini juga membahas proses produksi chip canggih yang dimulai dari quartz, bahan baku batu silika. Tulisan ini ingin menekankan bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah strategis untuk hilirisasi sumber daya batu silika alamnya yang melimpah, mengingat persaingan global antara AS dan China dalam industri AI dan semikonduktor. Diharapkan langkah strategis ini akan menarik investasi dan mempercepat pengembangan teknologi semikonduktor nasional di masa depan, serta membangun industri teknologi chip yang canggih.
Pengendali Rantai Pasokan dan Proses Produksi
Produksi chip AI canggih seperti Nvidia H100, Apple M2, atau chip AI buatan China membutuhkan proses manufaktur yang sangat kompleks dan teknologi canggih. Batu kuarsa dengan kristal silika kemurnian tinggi, atau HPQ, adalah bahan baku utama dalam pembuatan wafer semikonduktor, yang merupakan dasar industri teknologi chip.
Setelah itu, bahan baku batu kuarsa tersebut diproses untuk menghasilkan silikon dengan kemurnian ekstrim 99,9999999999% (12N—Tujuh Belas Kemurnian). Proses dimulai dengan memanaskan batu kuarsa dengan karbon dalam pengurangan karbotermik, yang menghasilkan silikon metalurgi (MG-Si). Kemudian, ini direaksikan dengan hidrogen klorida (HCl) untuk membentuk trichlorosilane (SiHCl3). Selanjutnya, senyawa ini dimurnikan dan disusun menjadi batang polikristalin silikon dalam reaktor Siemens. Hasilnya dipotong menjadi ingot dan kemudian diproses menjadi wafer silikon ultra tipis yang digunakan dalam industri semikonduktor. Wafer silikon, alternatif lain, adalah bahan yang sering digunakan untuk membentuk sel surya yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Silikon terus menjadi fondasi utama dalam perkembangan teknologi semikonduktor, mendorong inovasi dalam komunikasi, komputasi berkecepatan tinggi, dan kecerdasan buatan berkat kombinasi ketersediaan, keunggulan fisik, dan kemudahan pembuatan. Meskipun HPQ tersedia di banyak negara, hanya beberapa tempat yang memenuhi standar industri semikonduktor untuk kemurnian. Spruce Pine di Carolina Utara (AS), yang dikenal sebagai sumber batu kuarsa paling murni di dunia, berfungsi sebagai pemasok utama bagi perusahaan semikonduktor di seluruh dunia. China, meskipun Jiangxi dan Sichuan memiliki banyak cadangan.
Sumber daya HPQ dimiliki oleh negara-negara lain seperti Brasil, Norwegia, dan Australia, dan semakin dicari sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan mereka pada AS dan China. Misalnya, Mitsubishi menggunakan Cape Flattery, Australia, sebagai lokasi strategis untuk mengekspor batu kuarsa ke pasar global. Persaingan dalam rantai pasokan HPQ semakin ketat sebagai akibat dari peningkatan permintaan untuk chip semikonduktor dan teknologi berbasis silikon. Negara-negara yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan cadangan batu kuarsa berkualitas tinggi akan memiliki keuntungan jangka panjang dalam bidang teknologi maju.
Namun, beberapa negara dengan spesialisasi yang berbeda mengawasi rantai pasokan silikon yang sangat kompleks. Bagian paling awal rantai ini terdiri dari Amerika Serikat, dengan Spruce Pine di North Carolina, yang merupakan sumber kuarsa ultra-murni terbaik di dunia. Selain itu, perusahaan Jerman seperti Hemlock dan Wacker Chemie membuat polikristalin silikon ultra-murni, yang digunakan sebagai bahan baku utama untuk membuat wafer semikonduktor. Taiwan dan Jepang menguasai bagian berikutnya dari rantai pasokan, terutama dalam membuat wafer silikon, yang merupakan dasar untuk pembuatan chip. China, di sisi lain, mendominasi produksi silikon metal, tetapi masih tertinggal dalam membuat wafer silikon dan chip canggih.
Krisis rantai pasokan silikon semakin diperumit oleh berbagai masalah di seluruh dunia. Sanksi Amerika Serikat terhadap China telah membatasi akses China ke wafer silikon ultra-murni, yang merupakan komponen penting dalam pembuatan chip paling canggih. Bahan baku semakin terbatas karena kekurangan batu kuarsa berkualitas tinggi, terutama dari sumber yang sangat terbatas seperti Spruce Pine. Sebaliknya, produksi chip ultra-murni membutuhkan banyak energi, yang dapat berdampak pada harga chip di seluruh dunia. Ketika ketegangan geopolitik meningkat dan permintaan semikonduktor terus meningkat, negara yang dapat menjaga rantai pasokan silikon akan memiliki keuntungan strategis dalam hal ekonomi dan teknologi masa depan.
Krisis geopolitik antara Amerika Serikat, China, dan Taiwan berpotensi mengganggu rantai pasokan chip global karena Taiwan adalah produsen wafer dan chip semikonduktor utama melalui perusahaan seperti TSMC. Jika ketegangan di antara kedua negara meningkat, pembatasan perdagangan, sanksi, atau konflik dapat menyebabkan kelangkaan chip, yang berdampak pada berbagai industri seperti elektronik, mobil, dan kecerdasan buatan. Selain itu, pembatasan yang dilakukan oleh AS dan China terhadap akses teknologi semikonduktor semakin memperumit keadaan. Hal ini mempercepat upaya kedua negara untuk mencapai kemandirian teknologi, tetapi juga meningkatkan ketidakpastian di pasar global.
Distributor SDA Indonesia
Sebaliknya, sumber daya batu kuarsa Indonesia yang sangat besar, mencapai 25 miliar ton dengan cadangan sekitar 330 juta ton, tersebar di 23 provinsi, termasuk Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dengan menggabungkan talenta lokal, investasi dalam riset, dan bekerja sama dengan lembaga teknologi global, Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun industri AI.
Suatu negara dapat meningkatkan ketahanan ekonomi dan kedaulatan digital dengan membangun ekosistem AI yang mandiri. Rantai pasokan bahan baku juga harus didukung oleh teknologi hilirisasi untuk menjaga kemandirian teknologi. Orang-orang di seluruh dunia bersaing untuk siapa yang memiliki teknologi AI terbaik dan mampu mengoptimalkan strategi bisnis, biaya, dan inovasi berkelanjutan dalam jangka panjang.
Di masa depan, hilirisasi SDA silika untuk menjadi bahan baku semikonduktor untuk chip berkualitas tinggi harus menjadi salah satu tujuan hilirisasi sumber daya alam. Dengan dibentuknya Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional oleh Keppres No. 1 Tahun 2025, pemerintah diharapkan dapat menarik investasi strategis, mengatasi tantangan regulasi, dan mempercepat pertumbuhan ekosistem industri silikon di negara ini. Hilirisasi ini memiliki potensi untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam rantai pasokan semikonduktor global, mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan nilai tambah industri jika dilakukan dengan benar.
Dr.-Ing. Suhendra adalah dosen Teknik Kimia di Universitas Ahmad Dahlan dan konsultan industri serta anggota Bidang Kebumian dan Energi Persatuan Insinyur Indonesia. Dia pernah bekerja sebagai insinyur proses di Silicon Products Bittefeld di Jerman.
Leave a Reply